Elektronika Dasar, Instalasi Listik, Listrik Dasar, Listrik Lanjut, Penggunaan Alat Ukur Listrik

Hukum Ohm

Jumat, 27 Februari 2015
Hukum ohm adalah suatu hukum pada suatu rangkaian listrik yang dikutip oleh seorang ilmuwan dari Jerman yaitu George Simon Ohm pada tahun 1825 yang berisi besarnya nilai suatu hambatan / reistansi (R) berbanding lurus dengan arus listrik (I) yang mengalir dan berbanding terbalik dengan beda potensial / tegangan (V).
Gambar sumber tegangan DC, beban Resistor, kawat 1, kawat 2, yang merupakan calon rangkaian DC dengan beban resistor.

Apabila masing-masing dari dua titik yang memiliki potensial berbeda dihubungkan dengan suatu beban listrik kawat penghantar, maka akan terjadi tegangan pada rangkaian tersebut, peristiwa serupa memungkinkan arus listrik dapat mengalir dari titik yang berpotesial tinggi melalui penghantar ke beban kemudian menuju titik yang berpotensial rendah tersebut. Dengan begitu nilai terdapat 3 buah nilai pada rangkaian yang dapat diketahui degan persamaan hukum Ohm yaitu : Tegangan, Arus Listrik, dan Hambatan pada beban.

Untuk mengetahui nilai hambatan atau resistansi suatu beban atau resistor yang tidak diketahui nilainya dapat dilakukan dengan cara :
1. Menghubungkan atau merangkai beban pada sumber tegangan.
2. Mengukur nilai arus dan tegangan beban pada rangkaian tersebut.
3. Menghitung nilai resistansi dengan menggunakan persamaan pada hukum ohm.
Hukum Ohm tidak hanya digunakan untuk menghitung nilai hambatan saja. nilai arus listrik juga dapat diketahui apabila nilai hambatan, dan tegangan pada rangkaian telah diketahui, lalu mengunakan persamaan berikut ini :
Persamaan berikut ini dapat digunakan untuk mengetahui nilai tegangan apabila arus listrik dan nilai hambatan atau resistansi pada rangkaian telah diketahui :
Keterangan :
R  = Nilai hambatan atau resistansi yang terdapat pada beban pada suatu rangkaian listrik yang dialiri arus listrik DC (Ω)
I    = arus listrik yang mengalir pada suatu penghantar (A)
V  = tegangan listrik atau beda potensial yang terdapat pada kedua ujung penghantar (V)

Tiga buah persamaan diatas merupakan satu buah persamaan, yaitu nilai Tegangan selalu berbanding terbalik dengan nilai arus dan hambatan.

Salah satu  nilai  (Tegangan, Arus, atau pun Resiatansi) pada rangkaian tersebut dapat ditemukan dengan menggunakan persamaan hukum ohm bila, nilai  dua buah nilai telah diketahui.

Gambar rangkaian :
Contoh soal :
1. Sebuah resistor dengan nilai 100Ω dihubungkan dengan sumber tenggangan DC 12 V. Berapakah Arus yang mengalir pada rangkaian?
Diketahui : R = 100Ω
                  V = 12 V
Ditanya    : A = ?
Jawab      :

Pembuktian 1, membuktikan nilai tegangan pada rangkaian tersebut :

Pembuktian 2, membuktikan nilai arus listrik yang mengalir pada rangkaian tersebut :

Muatan Listrik

Muatan listrik adalah suatu sifat yang dimiliki oleh muatan dasar yang dibawa oleh partikel dasar sehingga menyebabkan partikel dasar tersebut mengalami gaya tarik menarik dan tolak menolak.

Gaya listrik terdiri dari 2 macam yaitu :
a. Gaya listrik yang saling tarik-menarik (tidak sejenis)
b. Gaya listrik yang saling tolak-menolak (sejenis)


Suatu benda atau materi terdiri dari bagian-bagian yang disebut dengan atom. Atom terdiri dari 3 jenis partikel dasar yaitu :
a. Elektron  : Muatan positif (q  = +1,6 x 10-19 coulomb)
b. Proton     : Muatan negatif (e = - 1,6 x 10-19 coulomb)
c. Neutron   : Tidak bemuatan (Netral)

Elektron pada suatu atom dapat berpindah dapat berpindah ke atom yang lain, sedangkan proton dan neutron tidak dapat berpindah (tetap). Sehingga atom ditentukan oleh jumlah proton dan jumlah elektron dalam atom tersebut, sehingga jenis muatan pada atom dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :

  1. Jika suatu benda memiliki jumlah elektron lebih banyak dari proton (Σ elektron > Σ proton),  maka benda tersebut bermuatan negatif.
  2. Jika suatu benda memiliki jumlah proton lebih banyak dari elektron (Σ proton > Σ elektron), maka benda tersebut bermuatan positif.
  3. Jika suatu benda memiliki jumlah elektron sama dengan proton (Σ elektron = Σ proton) maka benda tersebut tidak memiliki muatan (Netral).


Hukum Coulomb
Besarnya gaya listrik statis yang berupa tarikan atau tolakan antara dua benda yang memiliki muatan yang berbeda muatan listrik, di teliti oleh ilmuwan Prancis yang bernama Charles Augustin de Coulomb dangan menggunakan neraca puntir. Isi dari hukum coulomb adalah "Besarnya gaya tolak menolak atau tarik menarik antara 2 muatan yang berbanding lurus dengan hasil kali muatan dan berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya"

Persamaan hukum Coulomb :

Keterangan :
F = Gaya tolak /tarik (N)
Q= Muatan  (C)
R = Jarak kedua muatan (m)
k = Konstanta (9 x 109 Nm2/C2 ;atau 1 dyne cm2/stat colomb)


Contoh Soal :
1. Diketahui 2 buah muatan sejenis masing-masing bermuatan 12μC dan 9μF bila kedua muatan berjarak 30cm. berapa gaya yang dialami oleh kedua muatan tersebut?

Diketahui : R   = 30 cm = 3x10-1m = 0,3 m
                 Q1 = 12 μC  = 12x10-6C
                 Q2 = 9 μC    =  9x10-6C
Ditanya    : F   = ?
Jawab      :

Medan Listrik (E)
Medan listrik adalah daerah di sekitar muatan listrik dimana pengaruh gaya listrik masih dapat dirasakan. muatan listrik merupakan besaran vektor dengan arah tertentu. arah medan listrik pada muatan positif selalu menjauhi muatan dan muatan negatif selalu menuju muatan.
Kuat medan listrik (E) adalah besarnya gaya yang dialami oleh setiap muatan positif. maka dapat diperoleh persamaan berupa :
Keterangan :
E = Medan listrik (N/C)
F = Gaya (N)
Q= Muatan (C)
k = Konstanta (9 x 109Nm2/C2)
R = Jarak (m)

Kuat medan listrik juga bisa terjadi pada suatu bola konduktor, kuat medan listrik yang berada di inti bola konduktor adalah nol (0), hal tersebut disebabkan oleh muatan yang paling besar hanya tersebar di permukaan bola konduktor tersebut.
Gambar medan listrik pada bola konduktor
Keterangan Gambar :
A = Inti bola konduktor
B = Kulit bola konduktor
C = Titik di luar  bola konduktor
R = Jari-jari bola konduktor (jarak antara titik A-B)
r  = Jari-jari bola konduktor dan jarak antara titik B-C (jarak antara titik A-C)

Berikut ini persamaan kuat medan listrik pada bola konduktor sesuai dengan gambar di atas :

EA = 0 N/C

Keterangan :
EA = Kuat medan listrik pada inti bola konduktor (N/C)
Keterangan :
EB = Kuat medan listrik pada inti bola konduktor
k = Konstanta (9 x 10-9 Nm2/C2)
Q = Muatan medan listrik (C)
R = Jari-jari bola konduktor (m)
Keterangan :
EC = Kuat medan listrik pada inti bola konduktor
k = Konstanta (9 x 10-9 Nm2/C2)
Q = Muatan medan listrik (C)
r = Jarak antara titik A dengan titik C (m)

PUIL (Persyaratan Umum Instalasi Listrik)

Jumat, 20 Februari 2015
Untuk mencegah terjadinya kecelakaan, mencegah terjadinya dampak negatif pada lingkungan dan meningkatkan keselamatan bagi konsumen, Enginer, dan pengusaha atau pun industri yang memanfaatkan energi listrik, maka diperlukan adanya peraturan yang telah disepakati dan distandarisai.

Di Indonesia telah terdapat peraturan atau persyaratan mengenai instalasi listrik yang memenuhi standar yang disebut Dengan PUIL (Persyaratan Umum Instalasi Listrik). PUIL dibuat oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) oleh sebab itu PUIL di cap SNI.

Peraturan mengenai instalasi listrik pertama kali ditulis di Belanda pada tahun 1924-1937 dengan nama Algemene Voolschriften voor elechische sterkstroom instalaties (AVE) artinya adalah Persyaratan Umum untuk Instalasi Tenaga Listrik, AVE di terjemahkan dalam bahasa Indonesia yang menjadi PUIL-64 dan direfisi berkali-kali sehingga kini yang digunakan adalah PUIL 2000.

PUIL bertujuan untuk sebagai peraturan standar seorang instalator listrik dalam membuat instalasi listrik. Dengan standardisasi akan mempermudah pengerjaan dan perbaikan suatu instalasi, selain itu akan mengurangi besarnya resiko atau kecelakaan dalam pemasangan dan perbaikan instalasi listrik.

Hingga saat ini telah terdapat 3 buah PUIL yaitu :
Persyaratan Umum Instalasi Listrik 1977
Persyaratan Umum Instalasi Listrik 1987
Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000

Seiring dengan perkembangan teknologi dan jaman maka banyak pengembangan alat-alat dan pembaharuan pada simbol-simbol dan ketentuan di PUIL 1977 dan 1987, sehingga yang sekarang masih digunakan sebagai acuan untuk instalasi listrik adalah PUIL 2000.

Silahkan download PUIL 2000 pada link dibawah ini:
Download

Hambatan Listrik pada Kawat Penghantar

Senin, 16 Februari 2015
Suatu kawat pengantar juga memiliki nilai hambatan, yang mempengaruhi suatu kawat penghantar memiliki hambatan atau nilai resistansi (R) adalah :
l = Panjang pengantar (m)
A = Luas penampang kawat (m2)
ρ = Hambatan jenis kawat (Ωmm2/m)
maka diperoleh rumus :


Bahan yang digunakan untuk membuat kawat penghantar juga mempengaruhi nilai hambatan jenis suatu kawat penghantar, maka jenis hambatan suatu jenis logam dengan logam lain akan berbeda berbeda. Berikut ini tabel bahan dan nilai hambatan jenis :


Contoh Soal:
1.Suatu nikelin dengan panjang 100 m, dengan diameter 2 mm, hitunglah nilai hambatan!
   Jawab :
   Diketahui : ρ kawat nikelin = 0,42 (Ω mm2/m)
                      d = 2 mm
                      r  = 1 mm
                      l  = 100 m
   Ditanya    : R = ?
                   
   Langkah pertama :
   Menghitung luas penampang atau luas alas, karena suatu kawat memiliki luas penampang berbentuk lingkaran maka mengunakan rumus luas lingkaran :
   Langkah kedua :
   Jika luas penampang sudah diketahui maka langsung masukan ke dalam rumus untuk mencari hambatan :

 
Copyright © 2014 - . Teknik Listrik. All Rights Reserved
Electric_Theme Template by ar_ma. Powered by Blogger
Original Theme by SkyLight_Animation